Investigasi: Jadi korban haji ilegal Filipina, Sumarni jual tambak

  • Yaya Ulya, Jerome Wirawan, Ging Ginanjar
  • BBC Indonesia
haji, muslim, islam, wni, filipina

Sumber gambar, AP

Keterangan gambar,

Rombongan calon haji asal Indonesia ditangkap aparat Filipina lantaran memakai paspor palsu Filipina di Bandara Internasional Manila, Agustus lalu.

Aroma air laut menusuk hidung ketika BBC Indonesia mengunjungi rumah Sumarni yang sangat sederhana di Jepara, Jawa Tengah, September lalu.

Sumarni (bukan nama sebenarnya) adalah salah seorang dari 177 WNI yang ditangkap di Filipina, pada pekan ketiga Agustus lalu, lantaran hendak menunaikan ibadah haji menggunakan paspor palsu Filipina.

"Ibu kami adalah korban," kata Slamet (bukan nama sebenarnya), anak kandung Sumarni saat ditemui di rumahnya.

Menurut Slamet, Sumarni yang hanya lulusan Sekolah Dasar (SD), mengutarakan niatnya untuk naik haji pada paruh pertama 2016. Namun di usianya yang ke 61, Sumarni tidak ingin menunggu lama, mengingat daftar tunggu di Kabupaten Jepara mencapai 21 tahun.

Akhirnya keluarga mendaftarkan Sumarni lewat Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Fadllu Robbi, yang sudah dikenal bisa memberangkatkan tanpa menunggu.

"Kabarnya yang berangkat haji dari sana (Fadllu Robbi) sukses, banyak orang bilang begitu. Makanya ibu dibawa kakak saya daftar ke situ," kata Slamet.

Suami Sumarni yang sudah berangkat haji terlebih dahulu, menjual tambaknya untuk membiayai Sumarni berangkat haji. Padahal selama ini, dari tambak itulah roda perekonomian keluarga Sumarni berputar.

Lewati Podcast dan lanjutkan membaca
Podcast
Investigasi: Skandal Adopsi

Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu

Episode

Akhir dari Podcast

"Bapak menjual tambaknya sekitar 1,8 hektare untuk biaya ibu naik haji," imbuh Slamet.

Slamet tidak pernah mengira bahwa cara itu menyalahi aturan. Pihak penyelenggara haji juga tidak pernah memperingatkan hal itu.

"Tadinya saya kira karena bayarnya mahal jadi bisa langsung berangkat, seperti ONH Plus, tapi kok jadinya malah begini," katanya.

Ia menjelaskan, awalnya mereka membayar Rp60 juta, lalu ditambah lagi Rp60 juta untuk pelunasan.

Bukti pelunasan pembayaran haji oleh Sumarni, menunjukan tanda tangan pemilik KBIH Faddlu Robbi, Muhammad Shoheh, sebagai penerima uang dari Sumarni sebesar Rp120 juta dalam dua tahap.

Sesudah kasus terbongkar, Slamet mengaku seluruh uang Rp120 juta telah dikembalikan oleh KBIH Faddlu Robbi yang diwakili Sugipah Zahroh, istri Muhammad Shoheh, awal Oktober lalu.

Namun Muhammad Shoheh, sang pemilik KBIH Faddlu Robbi membantah seluruh pengakuan Slamet. Ia mengklaim tidak memberangkatkan haji lewat Filipina.

"Masalahnya sudah, pak. Sudah selesai semuanya. Urusan haji Filipina sudah ditangani pihak yang berwajib, sudah selesai. Tidak ada lewat Fadlu Robbi. (Itu) pribadi. Saya tidak berhak menjawab," kata Shoheh saat dihubungi melalui telepon seluler.

Sumber gambar, Yaya Ulya

Keterangan gambar,

Kantor KBIH Faddlu Robbi di Jepara, Jawa Tengah.

Tanpa Koper dan Baju Ihram

Meski demikian, menurut Slamet, Sumarni dan jamaah rombongan KBIH Fadllu Robbi dikumpulkan di rumah Muhammad Shoheh di Jalan Jepara-Bangsri KM 3.

Kala itu, Slamet mengatakan, semua jamaah diberikan seragam, namun tidak dibagikan koper dan pakain ihram.

Ketika Slamet menanyakan hal itu ke Shoheh, dia menjawab koper dan pakaian ihrom akan dibagikan di Filipina.

"Saya sempat tanya, kenapa berangkat (lewat) ke Filpina? Alasannya Filipina kuotanya lebih, jadi digunakan Indonesia. Pak Shoheh cuma bilang itu saja, tidak memberitahukan resikonya," ulas Slamet.

Shoheh, menurut Slamet, juga mengatakan bahwa istrinya, Sugipah Zahroh, akan mendampingi jamaah haji rombongan KBIH Fadllu Robbi ke Filipina. Setelah sampai di Mekah, giliran Shoheh yang akan mendampingi.

"Itu yang bilang Pak Shoheh sendiri, pas setelah latihan manasik terakhir," jelas Slamet.

Dia hanya diminta menyiapkan semua surat-surat yang dibutuhkan ibunya, termasuk paspor.

Sebulan sebelum pemberangkatan, Sumarni dan rombongan lainnya diajak ke Filipina selama satu minggu. Selanjutnya, Sumarni pulang ke Indonesia dan selang beberapa pekan kemudian kembali ke Filipina untuk kedua kalinya. Kali ini untuk bertolak menuju Arab Saudi.

"Saya tidak tanya ibu saya karena beliau tidak tahu apa-apa," kata Slamet.

Sumber gambar, AP

Keterangan gambar,

Setelah bernegosiasi dengan pemerintah Filipina, pemerintah Indonesia memulangkan ratusan calon haji WNI yang memakai paspor palsu Filipina.

Tidak tempuh jalur hukum

Setelah mendapatkan kabar keberangkatan dari KBIH Fadllu Robbi, pada 17 Agustus Sumarni diantarkan keluarga berangkat menuju Bandara Internasional, Ahmad Yani, Semarang, Jawa Tengah. Di situ, Slamet melihat banyak juga rombongan yang berkumpul.

"Dari Semarang, ibu berangkat ke Jakarta. Dari Jakarta transit di Filipina dan terbang ke Arab Saudi," kata Slamet.

Selang beberapa hari, Slamet mengaku cemas ketika mendengar kabar sejumlah jamaah haji tertahan di Filipina. Kecemasan itu menjadi-jadi ketika dia tahu ibunya adalah satu di antara jamaah yang tertahan.

Setelah Sumarni kembali ke Jepara, Slamet mengatakan pihak keluarga tidak bermaksud menuntut KBIH Fadllu Robbi karena uang yang dibayarkan telah dikembalikan secara utuh.

KBIH Fadllu Robbi merupakan satu dari 16 KBIH yang ada di Jepara dan terdaftar resmi atas nama Sugipah Zahroh sebagai pengelola.

Namun KBIH Fadllu Robbi disebutkan tidak berkordinasi dengan perwakilan Kemenag di Jepara.

"Fadllu Robbi memberangkatkan jamaah tidak berkoordinasi dengan kami," katanya," kata Ali Arifin, Kepala Seksi Penyelenggara Haji dan Umroh Kementerian Agama di Jepara.

Melalui penelusuran BBC Indonesia, terungkap bahwa praktik memberangkatkan haji lewat Filipina, sebenarnya telah terjadi beberapa tahun terakhir.

Sumber gambar, Nariman El-Mofty/AP

Keterangan gambar,

Kementerian Agama akan melakukan investigasi internal terhadap pegawai Kemenag yang terlibat dalam praktik pemberangkatan haji secara ilegal.

Investigasi Kemenag

Untuk mencegah praktik serupa tidak terulang, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan telah mememerintahkan untuk menggelar penyelidikan.

"Kami sudah membentuk gugus tugas, semacam satgas di bawah Inspektorat Jenderal, untuk melakukan penyelidikan terhadap sejumlah aparatur Kementerian Agama yang diduga ikut terlibat praktik-praktik ilegal seperti ini. Tentu kami tidak menutup mata. Artinya tetap terbuka kemungkinan ada oknum petugas, pegawai, karyawan Kementerian Agama yang ikut," papar Menteri Agama.

Ketika ditanya sudah berapa pegawai Kementerian Agama yang didapati terlibat praktik pemberangkatan calon jemaah haji Indonesia lewat Filipina, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin tidak merinci.

Menurutnya, Kementerian Agama baru dalam tahap penyelidikan apakah pegawai Kementerian Agama yang terlibat bertindak sendirian atau dalam jaringan besar.

"Tentu kita bertindak atas dasar hukum. Sehingga kita tidak boleh gegabah tanpa bukti yang kuat."

Teerhadap Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH), Menteri Agama menyatakan akan mencabut izin memberangkatkan jemaah haji. Masalahnya, kata dia, ada biro perjalanan dan KBIH yang tidak punya izin.

"Bagaimana mau dicabut, izinnya saja tidak ada. Ini sudah masalah pidana," tutupnya.