Tuntut penyelesaian kasus HAM, mahasiswa Papua gelar demo di depan kantor PBB

Puluhan orang yang menamakan Aliansi Mahasiswa Papua berdemonstrasi di depan kantor perwakilan PBB di Jakarta, Jumat (03/03), menyuarakan dukungan terhadap Kelompok Tujuh Negara yang meminta penyelidikan dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Papua.
Frans Nawipa, salah-seorang pengunjukrasa sekaligus pegiat Aliansi Mahasiswa Papua mengatakan pernyataan tujuh negara itu penting untuk "memperkuat perjuangan Papua untuk menentukan nasib sendiri".
"Indonesia telah meratifikasi berbagai aturan hukum internasional, tapi kenyataannya nol besar," teriak salah seorang demonstran, seperti dilaporkan Hilman Handoni untuk BBC Indonesia.
- Bagaimana kronologis tiga kasus 'pelanggaran HAM berat' di Papua?
- Janji penyelesaian 11 pelanggaran HAM di Papua
- Komnas HAM usul peradilan HAM Papua
Perwakilan pengunjuk rasa juga menggarisbawahi berbagai dugaan pelanggaran hak asasi manusia seperti pembunuhan tokoh perlawanan Papua Theys Hiyo Eluay dan Mako Tabuni.
Sebelumnya, sebanyak tujuh negara Pasifik mengadukan Indonesia ke Sidang Dewan HAM PBB di Jenewa. Pengaduan yang dipimpin Vanuatu ini karena Indonesia dituduh melakukan pelanggaran HAM di Papua.
Selain Vanuatu, ada enam negara lainnya yaitu Tonga, Nauru, Palau, Tuvalu, Kepulauan Marshall dan Kepulauan Solomon.
Sikap Kemenlu Indonesia
Tetapi Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan pengaduan yang disampaikan Vanuatu tidak merefleksikan kondisi di papua saat ini.
"Kami memberikan jawaban bahwa yang disampaikan Vanuatu itu tidak merefleksikan kondisi Papua saat ini yang semakin baik dan taraf hidup di Papua meningkat," tegas Juru bicara Kemenlu Indonesia, Arrmanatha Nasir, kepada wartawan, Kamis (02/03).
Menurutnya, sistem demokrasi terus berjalan yang antara lain ditandai pembukaan akses kepada media untuk meliput ke Papua. "Maka akan sangat sulit untuk tidak diketahui oleh orang lain," tandasnya.
"Kami justru mempertanyakan hal ini kepada mereka, apakah mereka benar-benar perhatian atau mendukung separatis (Papua)," ujarnya.
Jika negara-negara Pasifik itu lebih condong untuk mendukung separatis Papua, menurut Arrmanatha, hal itu melanggar nilai-nilai yang dianut PBB.
Dalam unjuk rasa, para pegiat Aliansi Masyarakat Papua juga meminta penutupan tambang Freeport dan hak untuk menentukan nasib sendiri.
Para demonstran berjumlah sekitar 50 orang sempat dihadang oleh kelompok lain yang telah berada lebih dahulu di pintu gerbang gedung perwakilan PBB. Sebaliknya, mereka meneriakkan tuntutan anti intervensi asing dalam kasus Papua. Mereka meminta Papua tetap jadi bagian dari Indonesia.