Kasus Novel Baswedan: Kerusakan mata Novel karena 'kesalahan penanganan' bukan akibat 'penyiraman', sebut tim pengacara dua terdakwa

Sumber gambar, Antara/Rivan Awal Lingga
Terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, Ronny Bugis (tengah) meninggalkan ruangan usai menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, 19 Maret lalu. Kedua terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette didakwa melakukan penganiayaan berat terencana terhadap Novel Baswedan.
Tim pengacara dari Divisi Hukum Polri yang mewakili dua terdakwa penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, mengatakan kerusakan pada mata Novel Baswedan merupakan "kesalahanan penanganan" dan "bukan akibat penyiraman".
Pernyataan itu disampaikan tim pengacara kedua terdakwa dalam sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (15/06).
Rahmat Kadir bersama Ronny Bugis dituduh melakukan aksi penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, pada Selasa 11 April 2017, usai Novel menunaikan salat Subuh di masjid dekat rumahnya.
Dalam sidang yang disiarkan PN Jakarta Utara melalui YouTube, tim pengacara berargumen bahwa hasil visum et repertum nomor 03/VER/RSMKKG/IV/2017 yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Mitra Keluarga mengenai luka bakar di bagian wajah dan kornea mata kanan dan kiri Novel, bertentangan dengan keterangan saksi-saksi.
"Kerusakan mata yang dialami saksi korban ini [Novel Baswedan] sesungguhnya bukan akibat langsung dari tindakan penyiraman yang dilakukan terdakwa, melainkan kesalahan penanganan yang dilakukan pihak-pihak tertentu," sebut tim pengacara kedua terdakwa.

Sumber gambar, Antara Foto
Terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette (tengah) meninggalkan ruangan usai menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, 19 Maret 2020 lalu. Kedua terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette didakwa melakukan penganiayaan berat terencana terhadap Novel Baswedan.
Ditambahkan tim pengacara, kedua terdakwa melakukan aksinya tidak dilakukan dengan perencanaan, "melainkan sebagai bentuk spontanitas terdakwa yang memiliki sifat impulsif."
"Kebencian terdakwa terhadap perilaku saksi korban yang tidak lagi menghargai jiwa korsa, menjadi pemicu bagi terdakwa untuk memberikan pelajaran terhadap saksi korban.
"Pencarian alamat melalui Google, melalui survei, dan mencampur air aki dengan air tidaklah dapat dikatakan sebagai bentuk perencanaan karena terdwak tidak memikirkan segala akibat atau risiko yang terjadi," papar tim pengacara.
Jiwa korsa terdakwa yang tinggi, menurut tim pengacara, "menjadikannya sedikit gelap mata sehingga terdakwa melakukan penyiraman untuk mengingatkan " Novel agar Novel " bisa bersikap ksatria, tidak mengorbankan anak buah, serta institusi yang membesarkannya."

Sumber gambar, Antara/NOVA WAHYUDI
Suasana sidang tuntutan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette yang disiarkan secara "live streaming" di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (11/06). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut kedua terdakwa dengan hukuman satu tahun penjara.
Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu
Episode
Akhir dari Podcast
Sebelumnya, dalam pembacaan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/06), Jaksa Penuntut Umum (JPU), Fedrik Adhar Syaripuddin, menyebutkan kedua terdakwa terbukti melakukan penganiayaan berat terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan, dengan menyiramkan air keras ke bagian wajah.
JPU kemudian menuntut kedua terdakwa dengan hukuman penjara selama satu tahun.
Jaksa menyebut kedua terdakwa tidak ingin menyiramkan air keras ke bagian wajah Novel. Menurut jaksa, kedua terdakwa hanya ingin menyiramkan cairan keras ke badan Novel untuk "memberikan pelajaran".
"Bahwa dalam fakta persidangan, terdakwa tidak pernah menginginkan melakukan penganiayaan berat. Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman cairan air keras ke Novel Baswedan ke badan. Namun mengenai kepala korban. Akibat perbuatan terdakwa, saksi Novel Baswedan mengakibatkan tidak berfungsi mata kiri sebelah hingga cacat permanen," ujar jaksa saat membacakan tuntutan.
Jaksa menyebut dakwaan primer yang didakwakan dalam kasus ini tidak terbukti. Oleh karena itu, jaksa hanya menuntut kedua terdakwa dengan dakwaan subsider.
"Oleh karena dakwaan primer tidak terbukti, terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan primer. Kemudian kami akan membuktikan dakwaan subsider. Dakwaan subsider melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP," tambah jaksa.

Sumber gambar, Antara/MUHAMMAD ADIMAJA
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menggelar aksi di kawasan Mabes Polri, Jakarta. Dalam aksi tersebut mereka menyampaikan bahwa kinerja Tim Satgas kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan.
Novel Baswedan disiram air keras pada Selasa 11 April 2017, usai salat Subuh di masjid dekat rumahnya. Peristiwa itu mengakibatkan mata kiri Novel tidak berfungsi hingga cacat permanen.
Namun, polisi baru berhasil menangkap pelaku penyiraman air keras dua tahun lebih atau Desember 2019.